Juknis Bantuan Intervensi Kualitas Kesehatan Lingkungan Di Desa, Lembaga Pendidikan Keagamaan, dan Sentra Pangan Jajanan Tahun 2025 ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Nomor: Hk.02.02/C/478/2025 Tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Penyaluran Bantuan Intervensi Kualitas Kesehatan Lingkungan Di Desa, Lembaga Pendidikan Keagamaan, Dan Sentra Pangan Jajanan Tahun Anggaran 2025.
Dinyatakan dalam Petunjuk Teknis penyaluran
Bantuan Intervensi Kualitas Kesehatan Lingkungan Di Desa, Lembaga Pendidikan
Keagamaan, dan Sentra Pangan Jajanan Tahun 2025 bahwa Kualitas kesehatan
lingkungan di desa sangat diperlukan termasuk akses terhadap air minum dan sanitasi
layak menyumbang pada perbaikan status kesehatan, terutama kesehatan perempuan
dan anak. Ketersediaan air minum dan sanitasi layak mengurangi tingginya angka
kematian bayi dan balita, yang umumnya meninggal karena penggunaan air dan
sarana sanitasi yang tidak layak. Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya
penyebaran penyakit infeksi berbasis lingkungan seperti: diare, disentri,
kolera, hepatitis, penyakit kulit dan lain-lain, dimana keluarga miskin
merupakan kelompok masyarakat dengan akses yang kurang untuk air minum layak
dan sanitasi layak.
Jumlah lembaga pendidikan keagamaan dalam beberapa
dekade terakhir mengalami
perkembangan yang luar biasa, baik di wilayah pedesaan, pinggiran kota, maupun
perkotaan. Data Kementerian Agama Tahun 2025 menunjukkan jumlah lembaga
pendidikan keagamaan seluruh Indonesia sudah mencapai 42.300 lembaga dengan
siswa sebanyak kurang lebih 10 juta orang. Prioritas sasaran adalah lembaga
pendidikan keagamaan yang pada umumnya kondisi lingkungan dalam kondisi kurang
baik.
Saat ini pangan jajanan sangatlah
beragam jenisnya. Keragaman ini antara lain dari bahan baku, proses pengolahan,
dan produk akhirnya. Dari jenis tempat penjualan pun cukup bervariasi misalnya
ada yang berjualan di rumah, warung pinggir jalan, kantin di satuan pendidikan,
gerobak yang menetap dan berkeliling dengan sepeda atau motor, mobil yang lebih
dikenal dengan istilah food truck serta gerai pangan jajanan yang di sentrakan
yang dikelola oleh institusi dan sebagainya. Kondisi Tempat Pengelolaan Pangan
(TPP) pada level UMKM sangat rawan terkait higiene dan sanitasi dalam
pengelolaan siap saji yang dipasarkan. Pemahaman dan pengetahuan tenaga
penjamah/pengelola TPP di sentra pangan jajanan terkait hiegene sanitasi pangan
sangat rendah.
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut perlu dilakukan upaya peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan
perilaku hidup bersih dan sehat secara berkesinambungan melalui pemberdayaan
masyarakat dan pembangunan sarana. Intervensi kualitas kesehatan lingkungan
yang dilakukan dapat berupa peningkatan kualitas air minum aman,
penyediaan/perbaikan sarana sanitasi/jamban, sarana CTPS, sarana fasilitas
pencucian alat/bahan makanan, higiene pengelolaan makanan di sentra kuliner,
rehabilitasi dapur, tempat penampungan dan pengelolaan sampah terpilah, sarana
pembuangan air limbah/limbah cair, bahan dan alat pelindung diri untuk
pencegahan penyakit.
Agar pelaksanaan kegiatan dapat
berjalan dengan baik dan operasional di lapangan sesuai dengan kebijakan dan
regulasi yang berlaku maka perlu disusun petunjuk teknis sebagai acuan bagi
pelaksana kegiatan di lapangan serta para pemangku kepentingan terkait.
Adapun Tujuan penggunaan bantuan
pemerintah berupa intervensi kualitas kesehatan lingkungan tahun 2025 adalah:
1. Memfasilitasi perubahan perilaku higiene sanitasi
masyarakat yang lebih baik melalui peningkatan kualitas kesehatan lingkungan di
desa/kelurahan sehingga didapatkan akses sanitasi yang berkualitas berupa
jamban yang memenuhi syarat dilengkapi dengan sarana cuci tangan pakai sabun
bagi masyarakat tidak mampu di desa/kelurahan yang sudah dilakukan pemicuan
STBM.
2. Meningkatkan kualitas air minum berbasis komunal atau
penyediaan sarana air minum sehingga dapat menjamin kualitas air minum yang
dikonsumsi oleh masyarakat.
3. Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan di lembaga
pendidikan keagamaan melalui pembangunan sarana sanitasi yang terstandar dan
layak untuk mendukung perubahan perilaku hidup bersih dan sehat dalam
pencegahan faktor risiko penyakit berbasis lingkungan.
4. Meningkatkan kualitas dan atau kuantitas sarana sentra
pangan yang aman dan sehat, yang terjangkau dan berkelanjutan, serta
peningkatan nilai ekonomi dan pendapatan masyarakat melalui keterlibatan
masyarakat sentra dalam Usaha Kecil Mikro serta memfasilitasi perubahan
perilaku hidup yang higienis dalam pengelolaan sentra pangan.
Apabila pemerintah daerah merasa
perlu menyusun petunjuk yang bersifat lebih operasional sebagai turunan
petunjuk teknis ini, maka Dinas Kesehatan Kabupaten dapat mengembangkannya
sepanjang tidak bertentangan dengan Petunjuk Teknis ini.
Sedangkan Persyaratan Penerima
Bantuan Pemerintah berupa Bantuan Intervensi Kualitas Kesehatan Lingkungan Di
Desa, Lembaga Pendidikan Keagamaan, dan Sentra Pangan Jajanan Tahun 2025 adalah
sebagai berikut
1. Intervensi Kualitas Kesehatan
Lingkungan di Desa
Intervensi Kualitas Kesehatan Lingkungan di Desa terdiri dari dua opsi yang
disesuaikan dengan kebutuhan desa/kelurahan yaitu berupa implementasi Teknologi
Tepat Guna (TTG) Sarana Sanitasi yang terdiri dari pilar 1, 2, 3, 4 dan STBM
dan Teknologi Tepat Guna (TTG) air minum komunal berbasis masyarakat.
a. Komitmen
Komitmen yang diperlukan disesuaikan dengan jenis implementasinya.
1) Implementasi TTG Sarana Sanitasi
Komitmen desa dan pemerintah desa untuk mewujudkan desa/kelurahan penerima
bantuan SBS (Stop Buang Air Besar Sembarangan) dengan dibuktikan lembar
komitmen format terlampir. Khusus bagi desa/kelurahan yang sudah SBS untuk
dapat berkomitmen dalam peningkatan akses sarana sanitasi layak hingga aman.
Selain itu desa/kelurahan yang sudah SBS juga dapat mengembangkan sarana
sanitasi (pilar1) sebagai kepemilikan individu atau juga dapat
mengimplementasikan pilar 2 sampai pilar 5 STBM (sesuai kebutuhan).
2) Implementasi TTG Sarana Air Minum
● Komitmen desa/kelurahan untuk menyediakan air minum
aman kepada masyarakat dengan dibuktikan lembar komitmen format terlampir.
● Komitmen penyelenggara sarana air minum komunal
berbasis masyarakat bersedia untuk
melaksanakan pengawasan internal (Inspeksi Kesehatan Lingkungan,
pengujian sampel, dan melaporkan hasil pengawasan internal kepada Dinas
Kesehatan secara rutin).
b. Mekanisme Komitmen Berkelanjutan TTG sarana Sanitasi
dan TTG Air Minum
1). Tujuan
Komitmen dalam pengelolaan teknologi tepat guna sarana air minum dan
sanitasi yang berkelanjutan bertujuan untuk :
● Meningkatkan komitmen dalam teknologi tepat guna sarana
air minum dan sanitasi, mulai dari kinerja sistem informasi air minum dan
sanitasi, perencanaan, penganggaran, pengendalian sampai dengan evaluasi hasil
pembangunan sarana sanitasi dan air minum.
● Menjamin teknologi tepat guna sarana air minum dan
sanitasi yang dibangun di seluruh desa/kelurahan lokasi intervensi tetap
terpelihara, berfungsi dengan optimal, tetap digunakan, sehingga mampu
mempertahankan bahkan meningkatkan cakupan akses air minum dan sanitasi.
2) Peran Serta Desa/Kelurahan, Kab/Kota dan Provinsi
Komitmen dalam pengelolaan teknologi tepat guna sarana air minum dan
sanitasi yang berkelanjutan melibatkan para pelaku ditingkat Desa/Kelurahan,
Kab/Kota dan Provinsi. secara umum, peran masing masing pelaku utama dalam
pengelolaan pasca terbangun sarana air minum dan sanitasi di tingkat pemerintah
darah adalah sebagai berikut:
● Peran Pemerintah Desa/Kelurahan:
- memantau dan mengevaluasi tingkat keberfungsian sarana
air minum dan sarana sanitasi yang terbangun, tingkat penerapan iuran, dan
peningkatan akses air minum dan sanitasi pasca terbangun diseluruh
Desa/Kelurahan lokasi intervensi
- Merumuskan dan mengalokasikan program/kegiatan daerah
untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan sarana air minum dan sanitasi
terbangun di seluruh desa/kelurahan lokasi intervensi maupun di desa/kelurahan
yang bukan lokasi intervensi.
● Peran POKJA Air minum dan Sanitasi di Kabupaten/Kota:
- Mengevaluasi tingkat keberfungsian sarana air minum dan
sanitasi terbangun, tingkat penerapan iuran sarana air minum dan sanitasi bila
komunal, dan peningkatan akses air minum dan sanitasi pasca terbangun di
seluruh desa/kelurahan lokasi intervensi;
- Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan teknologi
tepat guna sarana air minum dan sanitasi di kabupaten/kota;
- Memberikan rekomendasi kepada Bupati/Walikota terkait
kebijakan kabupaten/kota untuk mendukung pengelolaan teknologi tepat guna
sarana air minum dan sanitasi yang berkelanjutan di seluruh desa/kelurahan
lokasi intervensi maupun di kabupaten/kota yang bukan lokasi intervensi;
- Memberikan pembinaan kepada KKM melalui desa/kelurahan
terkait pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan pasca pembangunan;
- Memfasilitasi sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan
RAD desa/kelurahan dengan Rencana Kerja KKM.
● Peran POKJA Air minum dan Sanitasi di Provinsi:
- Mengevaluasi tingkat keberfungsian sarana air minum dan
sanitasi terbangun, tingkat penerapan iuran sarana air minum dan sanitasi
terbangun, dan peningkatan akses air minum dan sanitasi pasca terbangun di
seluruh kabupaten/kota lokasi intervensi;
- Mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan teknologi
tepat guna sarana air minum dan sanitasi di lingkup provinsi;
- Memberikan rekomendasi kepada Gubernur terkait
kebijakan provinsi untuk mendukung pengelolaan teknologi tepat guna sarana air
minum dan sanitasi yang berkelanjutan di seluruh kabupaten/kota lokasi
intervensi maupun di kabupaten/kota yang bukan lokasi intervensi
3) Pemantauan Dan Evaluasi Hasil Komitmen Keberlanjutan
Komitmen keberlanjutan pengelolaan teknologi tepat guna sarana air minum
dan sanitasi berbasis masyarakat dinilai berhasil jika mampu menunjukkan
kemajuan, sekurang-kurangnya pada indikator-indikator berikut ini:
● Tingkat keberfungsian sarana air minum dan sanitasi
terbangun, dimana diharapkan seluruh sarana air minum dan sanitasi yang
dibangun melalui intervensi kesehatan lingkungan tetap berfungsi dengan baik;
● Tingkat penerapan iuran penggunaan air minum, dimana
diharapkan seluruh KKM telah menerapkan tarif yang memenuhi biaya operasional
dan pemeliharaan, bahkan memenuhi biaya pemulihan (recovery);
● Adanya tambahan jangkauan pelayanan air minum dengan
pendekatan berbasis masyarakat;
● Adanya tambahan jumlah penduduk yang menggunakan jamban
sehat;
● Adanya tambahan dusun, desa/kelurahan, dan kabupaten/kota
yang mencapai status 100% Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS);
● Persentase KKM dengan kinerja tinggi, dimana diharapkan
seluruh KKM mampu memberikan
kinerja yang tinggi
dan mampu mandiri mengembangkan pelayanannya;
● Adanya tambahan jumlah KK yang mengimplementasikan lima
pilar STBM
Pemantauan dan evaluasi hasil penguatan keberlanjutan pengelolaan teknologi
tepat guna sarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat dilakukan berbasis
Sistem Informasi Pemantauan yaitu melalui SI STBM (Sistim Informasi Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat).
c. Persyaratan Umum
Penerima bantuan intervensi kesehatan lingkungan melalui peningkatan
kualitas sanitasi lingkungan BELUM PERNAH menerima bantuan serupa dari
Kementerian Kesehatan dan harus memenuhi persyaratan umum sebagai berikut:
1) Implementasi TTG Sarana Sanitasi
● Peningkatan akses dan kualitas jamban individu (KK)
yang memenuhi syarat kesehatan yang membutuhkan teknologi tepat guna dan atau
wilayah endemis berbasis lingkungan;
● Peningkatan ketersediaan sarana cuci tangan pakai
sabun;
● Peningkatan ketersediaan sarana di rumah tangga untuk
pilar 3, 4 dan 5 STBM
● Peningkatan pendapatan keluarga bagi MBR yang bekerja
dalam program program intervensi kesehatan lingkungan;
● Membentuk Kelompok Kerja Masyarakat Desa dengan surat
Keputusan yang ditandatangan Kepala Desa;
● Memiliki Rencana Kerja Masyarakat Desa sebagai
perencanaan dan pelaksanaan serta untuk implementasi Teknologi Tepat Guna
Sarana Sanitasi diketahui dan ditandatangani oleh Sanitarian Puskesmas;
● Detail Engineering Design (DED) TTG Sanitasi yang
mengacu pada buku “Daftar Pengembangan dan Implementasi Teknologi Tepat Guna
Sarana Sanitasi Layak Daerah Spesifik dan Pengelolaan Air Komunal Berbasis
Masyarakat” tidak memerlukan rekomendasi lagi;
● Jika masyarakat memiliki inovasi TTG yang sesuai dengan
lokal spesifik diluar “Daftar Pengembangan dan Implementasi Teknologi Tepat
Guna Sarana Sanitasi Layak Daerah Spesifik dan Pengelolaan Air Komunal Berbasis
Masyarakat” harus berkoordinasi untuk mendapatkan rekomendasi/persetujuan dari
B/Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya melalui Dinas
Kesehatan Kab/Kota dan atau membuat surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan
Kab/Kota melalui penilaian kelayakan design oleh tenaga
sanitarian/penanggungjawab kesehatan lingkungan dalam pemenuhan persyaratan
aspek teknis;
● Masyarakat desa berperan aktif dalam setiap tahapan
program (pemilihan sasaran yang akan diintervensi, pemilihan teknologi/sarana
yang akan dibangun dapat mengacu pada “Daftar Pengembangan dan Implementasi
Teknologi Tepat Guna Sarana Sanitasi Layak Daerah Spesifik dan Pengelolaan Air
Komunal Berbasis Masyarakat”;
● Masyarakat dan pemerintah desa/lembaga masyarakat desa
yang menerima bantuan ini harus memiliki komitmen untuk menjamin keberlanjutan
teknologi tepat guna sarana sanitasi yang diterapkan baik untuk pemeliharaan,
operasional, dan pengembangan akses layanan hingga ke rumah tangga.
2) Implementasi TTG Sarana Air Minum
● Intervensi TTG Sarana Air Minum fokus pada peningkatan
perbaikan kualitas air minum yang aman yang sudah ada atau membangun sarana
pengelolaan air minum baru yang komunal dengan kedalaman sesuai dengan
peraturan yang berlaku di pusat dan di daerah;
● Bukan termasuk sarana air minum yang mendapatkan
bantuan/hibah dari sektor lain/lembaga lain dalam jangka 2 tahun terakhir.
Terdapat kelompok masyarakat yang mengelola sarana air minum dan memiliki SK
kepengurusan minimal kepala desa/ kelurahan;
● Lahan yang digunakan sebagai lokasi sarana air minum
adalah lahan milik desa/kelurahan atau lahan yang bebas konflik dikemudian
hari, yang telah disepakati bersama oleh masyarakat;
● Memiliki rencana kerja masyarakat (RKM) untuk opsi
perbaikan kualitas air minum melalui implementasi Teknologi Tepat Guna Sarana
Air Minum Komunal Berbasis Masyarakat yang telah disusun dan disahkan oleh
Kepala Desa/Lurah serta diketahui oleh Sanitarian dan Dinas Kesehatan Kab/kota;
● Detail Engineering Design (DED) opsi TTG Sarana Air
Minum yang dipilih dapat mengacu pada buku “Daftar Pengembangan dan
Implementasi Teknologi Tepat Guna Sarana Sanitasi Layak Daerah Spesifik dan
Pengelolaan Air Komunal Berbasis Masyarakat” tidak memerlukan rekomendasi lagi;
● Jika masyarakat memiliki inovasi TTG yang sesuai dengan
lokal spesifik yang akan diimplementasikan diluar “Daftar Pengembangan dan
Implementasi Teknologi Tepat Guna Sarana Sanitasi Layak Daerah Spesifik dan
Pengelolaan Air Komunal Berbasis Masyarakat” harus berkoordinasi untuk
mendapatkan rekomendasi/persetujuan dari B/Balai Laboratorium Kesehatan
Masyarakat di wilayah kerjanya melalui Dinas Kesehatan Kab/Kota dan atau
rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kab/Kota melalui penilaian kelayakan design
yang dibangun oleh tenaga sanitarian dalam pemenuhan persyaratan aspek teknis;
● Partisipasi masyarakat desa/kelurahan, berperan aktif
dalam setiap tahapan program (pemilihan sasaran yang akan diintervensi,
pemilihan teknologi/sarana yang akan dibangun, pelaksanaan pembangunan, dan
pengembangan sarana berikutnya) dengan didampingi oleh Kepala
Puskesmas/Sanitarian Puskesmas, dan Penanggung Jawab Kesling Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota/Kota;
● Penyelenggara sarana air minum, masyarakat, dan
pemerintah desa/lembaga masyarakat desa, yang menerima bantuan ini harus
memiliki komitmen untuk menjamin keberlanjutan teknologi tepat guna sarana air
minum yang diterapkan (pemeliharaan, operasional, dan pengembangan akses hingga
ke layanan rumah tangga).
d. Persyaratan Khusus
1) Implementasi TTG Sarana Sanitasi
Sasaran penerima akses TTG Sarana sanitasi per desa/kelurahan minimal 15 KK
akses ketersediaan jamban yang memenuhi syarat (leher angsa dengan tangki
septik menuju aman) dan sarana CTPS. Sedangkan sasaran penerima akses TTG untuk
Pilar 5 (Pengelolaan Air Limbah Domestik Rumah Tangga) per desa/kelurahan
minimal 15 KK akses pada SPAL yang memenuhi syarat dan ditambah dengan sarana
pembuangan sampah yang terpisah antara organik dan anorganik, serta penyediaan
lemari makan sebagai tempat penyimpan/ tudung saji untuk menutup makanan yang
siap dimakan. Penerima Bantuan Pemerintah pada Program Intervensi Kesehatan
Lingkungan pada peningkatan kualitas sanitasi ini memenuhi 2 atau 3 persyaratan
sebagai berikut:
• KK yang berpenghasilan rendah, atau Kepala Keluarga
memiliki Balita, atau Kepala Keluarga memiliki ibu Hamil yang belum memiliki
sarana sanitasi namun sudah berperilaku hidup sehat;
• KK belum akses terhadap sarana sanitasi yang layak
ataupun sharing di tempat yang belum layak;
• KK miskin yang sudah berubah perilaku dari Buang Air
Besar Sembarangan (BABS) terbuka dan BABS tertutup/terselubung;
• KK miskin yang sudah Stop Buang Air Besar Sembarangan
(SBS) namun belum menerapkan lima Pilar STBM.
• KK penerima manfaat berdomisili di desa/kelurahan
lokasi intervensi Kesehatan Lingkungan.
2) Implementasi TTG Sarana Air Minum
● Intervensi TTG perbaikan kualitas air minum, sasarannya
adalah sarana air minum komunal berbasis masyarakat yang dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat minimal 35 KK secara berkelanjutan;
● Intervensi untuk pembangunan sarana air minum yang
baru, sarana yang dibangun adalah sarana komunal berbasis masyarakat yang
dimanfaatkan oleh masyarakat setempat minimal 20 KK secara berkelanjutan;
● KK penerima manfaat berdomisili di desa/kelurahan
lokasi intervensi Kesehatan Lingkungan.
● Sumber sarana air minum komunal berbasis masyarakat
tersebut telah memiliki kelompok penyelenggara air minum, apabila belum
terbentuk, maka harus ditunjuk penyelenggara air minum untuk melaksanakan
pengawasan internal dan tindak lanjut hasil pengawasan eksternal. Penyelenggara
air minum komunal berbasis masyarakat minimal di SK-kan oleh Kepala Desa/Lurah
sebagai penanggung jawab kepala administrasi wilayah setempat.
● Prinsip dari pelaksanaan penerapan TTG Air Minum
Komunal Berbasis Masyarakat adalah untuk menghasilkan air minum sebagai
kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat guna mewujudkan kualitas air minum aman
sampai dengan titik rumah tangga.
● Bersama Dinas Kesehatan Kab/Kota dan sanitarian
puskesmas melaksanakan pengambilan sampel uji kualitas air minum terhadap 19
parameter air minum aman (parameter terlampir pada bab persentase keuangan)
sebanyak 2 kali dalam setahun.
● Pengambilan sampel uji kualitas pertama sebagai dasar
penentuan TTG yang akan direncanakan. Pengambilan sampel uji kualitas kedua
dilaksanakan setelah rangkaian TTG terpasang dan diuji hasil kualitas air yang
dihasilkan;
● Uji kualitas air minum dilaksanakan pada laboratorium
yang terakreditasi dan atau peralatan uji kualitas air minum yang telah
terkalibrasi apabila jauh dari jangkauan layanan;
● Pembiayaan uji kualitas air minum dibiayai melalui
dukungan non fisik administrasi RKM.
2. Intervensi
Kualitas Kesehatan Lingkungan di Lembaga Pendidikan Keagamaan
a. Komitmen
Komitmen untuk mendukung pencapaian lembaga pendidikan keagamaan (tempat
fasilitas umum) yang memenuhi syarat kesehatan.
b. Persyaratan Umum
● Memiliki unsur-unsur lembaga pendidikan keagamaan
(Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu);
● Memiliki tenaga pengajar, dan jumlah peserta didik
minimal 15 orang;
● Sudah beroperasi lebih dari 3 tahun;
● Memiliki ijin operasional dari Kementerian Agama;
● Lembaga pendidikan keagamaan yang dikelola oleh
masyarakat atau Yayasan dan memiliki fasilitas menginap/mondok;
● Belum pernah menerima bantuan intervensi kualitas
kesehatan lingkungan (PKTD) lembaga pendidikan keagamaan dari Kemenkes;
● Memiliki komitmen tinggi untuk menyelesaikan program.
c. Persyaratan Khusus
● Mendapat rekomendasi dari Kantor Kemenag kab/kota
● Lembaga pendidikan keagamaan yang memiliki hasil IKL
tidak memenuhi syarat (termasuk antara lain : akses yang rendah terhadap sarana
sanitasi yang layak, sarana hygiene sanitasi bangunan yang tidak layak)
● Masih tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan
(laporan kasus penyakit dari masing-masing lembaga pendidikan)
● Sarana kesehatan lingkungan di lembaga pendidikan
keagamaan yang telah dibangun dapat dimanfaatkan, dipelihara dan dikembangkan
oleh masyarakat penerima manfaat untuk menurunkan faktor resiko penyakit
berbasis lingkungan.
3. Intervensi Kualitas Kesehatan Lingkungan di Sentra Pangan Jajanan
a. Komitmen
Komitmen untuk mendukung pencapaian sentra pangan jajanan yang memenuhi
syarat kesehatan.
b. Persyaratan Umum
● Berada di lokasi/daerah destinasi wisata lokal maupun
nasional;
● Sentra pangan jajanan dalam keadaan aktif beroperasi
setiap hari;
● Sentra pangan jajanan merupakan aset resmi
pemda/desa/kelurahan (bukan milik swasta);
● Sentra pangan yang tidak berpindah-pindah
lokasi/menetap (minimal 1 tahun berdiri);
● Sentra pangan yang memiliki bangunan permanen maka
semua bentuk intervensi diperuntukan penggunaan tiap-tiap gerai;
● Sentra pangan yang memiliki bangunan semi permanen maka
semua bentuk intervensi diperuntukan penggunaannya secara bersama-sama.
c. Persyaratan Khusus
● Sentra pangan jajanan kerakyatan (UMKM);
● Mempunyai penanggung jawab/pengelola di bawah binaan dan
pengawasan institusi pembina;
● Sentra pangan jajanan terdaftar dalam E-Monev TPP
(menginput sentra tersebut dalam E Monev TPP untuk diajukan sebagai calon
peserta);
● Terdapat minimal 10 gerai pangan jajanan yang aktif
beroperasi setiap hari dalam sentra tersebut;
● Tersedia sarana penunjang air bersih yang cukup dan
memadai;
● Pembinaan dan labelisasi oleh Dinas Kesehatan sebagai
pembina wilayah.
Bentuk bantuan pemerintah yang akan
diberikan berupa sarana prasarana dalam bentuk uang yang digunakan untuk
membeli sarana prasarana non medis untuk masyarakat dalam rangka peningkatan
kualitas kesehatan lingkungan.
Penggunaan dana bantuan pemerintah
dimaksud dibagi menjadi 3 (tiga) komposisi pendanaan yaitu belanja fisik,
belanja upah dan belanja administrasi. Penjelasan untuk setiap belanja antara
lain :
a. Belanja fisik : belanja yang digunakan untuk pembelian
belanja barang material pembangunan sarana penunjang perubahan perilaku
b. Belanja upah : uang dan sebagainya yang dibayarkan
sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk
mengerjakan sesuatu atau hasil sebagai akibat (dari suatu perbuatan)
c. Belanja administrasi : dana yang digun3akan untuk
kegiatan non fisik yang jumlah dan jenisnya disepakati dalam rembuk warga untuk
mendanai kegiatan antara lain: kegiatan-kegiatan rembuk di tingkat masyarakat,
konsumsi untuk rembuk warga/penyuluhan/sosialisasi/pemberdayaan masyarakat,
ATK, pembuatan dan pengiriman dokumen, papan informasi pelaksanaan kegiatan,
spanduk, poster, stiker untuk edukasi masyarakat, transport untuk pencairan
dana di bank, transport belanja material, transportasi KKM dalam rangka
konsultasi/koordinasi ke instansi pembina kegiatan, administrasi bank perbulan
& penutupan rekening serta pengujian kualitas air minum (sarana air minum).
Selengkapnya silahkan download dan
baca Keputusan Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Nomor: Hk.02.02/C/478/2025
Tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Penyaluran Bantuan Intervensi Kualitas
Kesehatan Lingkungan Di Desa, Lembaga Pendidikan Keagamaan, Dan Sentra Pangan
Jajanan Tahun Anggaran 2025.
Demikian informasi tentang Juknis Bantuan
Intervensi Kualitas Kesehatan Lingkungan Di Desa, Lembaga Pendidikan Keagamaan,
dan Sentra Pangan Jajanan Tahun 2025. Semoga manfaat. (sumber: https://www.ainamulyana.org/)
No comments
Post a Comment