Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2025 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2025 merupakan peraturan yang menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana merupalan pembaruan dari Hukum Acara Pidana kolonial yang berbentuk Hetzbne Inlandsch Reglement (HIR).
Adapun pertimbangan
diterbitkannya Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2025 Tentang KUHAP (Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana), adalah sebagai berikut
a.
bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjunjung tinggi
hak asasi manusia dan menjamin warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak
ada kecualinya untuk mewujudkan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum;
b.
bahwa untuk mewujudkan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum, diperlukan
pembaruan hukum acara pidana yang mencerminkan nilai yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat serta memperhatikan perkembangan hukum internasional;
c.
bahwa pembaruan hukum acara pidana dimaksudkan untuk menciptakan supremasi
hukum, menjamin hak tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, dan korban tindak pidana,
serta mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu yang memperkuat fungsi, tugas,
dan wewenang aparat penegak hukum yang selaras dengan perkembangan
ketatanegaraan dan kemajuan teknologi informasi;
d.
bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana sudah tidak
sesuai dengan perubahan sistem ketatanegaraan, perkembangan hukum dalam
masyarakat, dan kemajuan teknologi informasi, sehingga perlu digan ti;
e.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana;
Dasar pembetukan Undang-Undang
UU Nomor 20 Tahun 2025 Tentang KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), adalah
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dalam UU No 20/2025 Tentang
KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), ini yang dimaksud dengan:
1.
Penyidik adalah penyidik Kepolisian N egara Repu blik Indonesia, penyidik
pegawai negeri sipil, atau penyidik tertentu yang diberi kewenangan oleh
Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.
2.
Penyidik Kepolisian N egara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut
Penyidik Polri adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi
kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.
3.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat
pegawai negeri sipil yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan
berdasarkan Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya.
4.
Penyidik Tertentu adalah pejabat suatu lembaga selain Penyidik Polri dan PPNS
yang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan berdasarkan Undang-Undang
yang menjadi dasar hukumnya.
5.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mencari dan mengumpulkan
alat bukti guna membuat terang tindak pidana, serta menemukan tersangka.
6.
Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diberi kewenangan tertentu untuk melakukan Penyidikan.
7.
Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat
lain yang berdasarkan Undang Undang diberi kewenangan untuk melakukan
penyelidikan.
8.
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan Penyelidik untuk mencari dan menemukan
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan Penyidikan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini.
9.
Jaksa adalah pegawai negeri sipil dengan jabatan fungsional yang memiliki
kekhususan dan melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya berdasarkan
Undang-Undang.
10.
Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi kewenangan untuk melakukan penuntutan
dan melaksanakan penetapan hakim.
11.
Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke
pengadilan negeri yang berwenang untuk diperiksa dan diputus oleh hakim di
sidang pengadilan.
12.
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi kewenangan untuk menerima,
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana.
13.
Mengadili adalah serangkaian tindakan Hakim untuk menerima, memeriksa, dan
memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di
sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang
ini.
14.
Upaya Paksa adalah tindakan aparat penegak hukum berupa penetapan tersangka,
penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat,
penyadapan, pemblokiran, serta larangan bagi tersangka atau terdakwa untuk
keluar wilayah Indonesia yang dilakukan berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang 1n1 dalam rangka kepentingan penegakan hukum.
15.
Praperadilan adalah kewenangan pengadilan negen untuk memeriksa dan memutus
keberatan yang diajukan tersangka atau keluarga tersangka, korban atau keluarga
korban, pelapor, atau advokat atau pemberi bantuan hukum yang diberi kuasa
untuk mewakili kepentingan hukum tersangka atau korban, atas tindakan Penyidik
dalam melakukan Penyidikan atau tindakan Penuntut Umum dalam melakukan
Penuntutan menurut cara yang diatur dalam Undang Undang ini.
16.
Pengakuan Bersalah (Plea Bargain) adalah mekanisme hukum bagi terdakwa untuk
mengakui kesalahannya dalam suatu tindak pidana dan kooperatif dalam
pemeriksaan dengan menyampaikan bukti yang mendukung pengakuannya dengan
imbalan keringanan hukuman.
17.
Perjanjian Penundaan Penuntutan (Deferred Prosecution Agreement) adalah
mekanisme hukum bagi Penuntut Umum untuk menunda Penuntutan terhadap terdakwa
yang pelakunya korporasi.
18.
Putusan Pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka, yang dapat berupa putusan pemidanaan, putusan bebas,
putusan lepas dari segala tuntutan hukum, putusan pemaafan Hakim, atau putusan
berupa tindakan.
19.
Putusan Pemaafan Hakim adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka yang menyatakan terdakwa terbukti bersalah, tetapi karena
ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau keadaan pada waktu dilakukan
tindak pidana serta yang terjadi kemudian, Hakim tidak menjatuhkan pidana atau
tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
20.
Upaya Hukum adalah hak terdakwa atau Penuntut Umum untuk tidak menerima Putusan
Pengadilan yang berupa perlawanan, banding, dan kasasi, atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
21.
Keadilan Restoratif adalah pendekatan dalam penanganan perkara tindak pidana
yang dilakukan dengan melibatkan para pihak, baik korban, keluarga korban, tersangka,
keluarga tersangka, terdakwa, keluarga terdakwa, dan/ atau pihak lain yang
terkait, yang bertujuan mengupayakan pemulihan keadaan semula.
22.
Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di
luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang Undang
yang mengatur mengenai advokat, dan/atau orang yang dapat memberikan jasa hukum
baik di dalam maupun di luar pengadilan sebagai bagian dari pengabdian masyarakat
untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma berdasarkan ketentuan peraturan
perundang- undangan.
23.
Pembimbing Kemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang melaksanakan
penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap
klien, baik di dalam maupun di luar proses peradilan pidana.
24.
Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat yang meliputi memberikan
konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum tersangka atau terdakwa.
25.
Bantuan Hukum adalah Jasa Hukum yang diberikan secara cuma-cuma oleh Advokat
atau pemberi bantuan hukum kepada tersangka, terdakwa, pelapor, pengadu, saksi,
atau korban yang tidak mampu.
26.
Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang
mengenai bantuan hukum.
27.
Pendamping adalah orang yang dipercaya dan memiliki kompetensi mendampingi
korban dalam mengakses hak atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan.
28.
Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, patut
diduga sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti.
29.
Terdakwa adalah Tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang
pengadilan.
30.
Terpidana adalah Terdakwa yang dipidana berdasarkan Putusan Pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
31.
Penetapan Tersangka adalah proses penetapan seseorang menjadi Tersangka setelah
Penyidik berhasil mengumpulkan dan memperoleh kejelasan terjadinya tindak
pidana berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti.
32.
Penangkapan adalah tindakan Penyidik berupa pengekangan sementara waktu
kebebasan Tersangka, Terdakwa, atau Terpidana berdasarkan minimal 2 (dua) alat
bukti untuk kepentingan Penyidikan, Penuntutan, dan I atau pemeriksaan di
sidang pengadilan.
33.
Penahanan adalah penempatan Tersangka atau Terdakwa di tempat tertentu oleh
Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dengan penetapannya.
34.
Penggeledahan adalah tindakan Penyidik untuk melakukan pemeriksaan atas objek
yang dimiliki atau di bawah penguasaan seseorang terkait tindak pidana untuk
kepentingan pembuktian pada tahap Penyidikan, Penuntutan, dan/ atau pemeriksaan
di sidang pengadilan
35.
Penyitaan adalah tindakan Penyidik untuk mengambil alih dan/ atau menyimpan di
bawah penguasaannya atas benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam Penyidikan, Penuntutan, dan/
atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
36.
Penyadapan adalah kegiatan untuk memperoleh informasi pribadi yang dilakukan
secara rahasia dalam penegakan hukum dengan cara mendengarkan, merekam, membelokkan,
menghambat, mengubah, menyambungkan, memasang alat pada jaringan, memasang alat
perekam secara tersembunyi, dan/ atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/
atau dokumen elektronik, dengan menggunakan jaringan kabel komunikasi, jaringan
nirkabel, atau melalui jaringan sistem informasi elektronik internet, sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
37.
Pemblokiran adalah tindakan untuk mencegah akses penggunaan atau pemindahan
sesuatu terhadap harta kekayaan, bukti kepemilikan, transaksi perbankan, akun
platform daring, informasi elektronik, dokumen elektronik, atau produk
administratif lainnya untuk sementara waktu yang dilakukan atas perintah Penyidik,
Penuntut Umum, atau Hakim dengan penetapannya.
38.
Informasi Elektronik adalah data elektronik yang telah diolah dan memiliki arti
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
39.
Dokumen Elektronik adalah Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, disimpan, dilihat, ditampilkan, dan/ atau didengar
melalui komputer atau sistem elektronik yang memiliki makna atau arti tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
40.
Tertangkap Tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu:
a.
sedang melakukan tindak pidana;
b.
beberapa saat setelah tindak pidana dilakukan;
c.
sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukan
tindak pidana; atau
d.
sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa dirinya adalah pelakunya, turut
melakukan, atau membantu melakukan tindak pidana.
41.
Ganti Rugi adalah hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang
berupa sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa
alasan yang sah berdasarkan Undang-Undang, karena kekeliruan mengenai orangnya,
atau karena kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan.
42.
Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya sesuai dengan
kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tahap
Penyidikan, Penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan karena ditangkap,
ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang,
karena kekeliruan mengenai orangnya, atau karena kekeliruan mengenai hukum yang
diterapkan.
43.
Restitusi adalah pembayaran ganti rug1 yang dibebankan kepada pelaku atau pihak
ketiga berdasarkan penetapan atau Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap, atas kerugian materiel dan/ atau imateriel yang diderita korban atau
ahli war1snya.
44.
Kompensasi adalah ganti rugi yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak
mampu memberikan ganti rugi sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya kepada
korban atau keluarganya.
45.
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang kepada Penyelidik,
Penyidik Polri, PPNS, atau Penyidik Tertentu mengenai telah terjadinya
peristiwa pidana, sedang terjadinya peristiwa pidana, atau diduga akan
terjadinya peristiwa pidana.
46.
Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada Penyelidik, Penyidik Polri, PPNS, atau Penyidik Tertentu
untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan
yang merugikannya.
47.
Saksi adalah seseorang yang memberikan keterangan mengenai peristiwa pidana
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri, atau orang yang
memiliki dan/ atau menguasai data dan/ atau informasi yang berkaitan dengan
perkara yang sedang diperiksa guna kepentingan Penyelidikan, Penyidikan,
Penuntutan, danjatau pemeriksaan di sidang pengadilan.
48.
Keterangan Saksi adalah alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan
dari Saksi pada tahap Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, dan/ atau
pemeriksaan di sidang pengadilan.
49.
Penerjemah Tersumpah yang selanjutnya disebut Penerjemah adalah orang atau
individu yang mempunyai keahlian dalam menghasilkan terjemahan, yang telah
diangkat sumpah oleh pemerintah atau lembaga yang berwenang.
50.
Karban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/ atau
kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
51.
Ahli adalah seseorang yang memiliki:
a.
pengetahuan dalam bidang tertentu yang dibuktikan dengan ijazah akademik atau
sertifikat tertentu; dan/ atau
b.
pengalaman dan keterampilan khusus yang terkait dengan peristiwa pidana.
52.
Keterangan Ahli adalah alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan
dari Ahli pada tahap Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, dan/ atau
pemeriksaan di sidang pengadilan.
53.
Keluarga adalah seseorang yang memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda
sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan
orang yang terlibat dalam suatu perkara pidana sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
54.
Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual, mental, dan/ atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak.
55.
Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/ atau kekayaan, baik
merupakan badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa,
atau yang disamakan dengan itu, maupun perkumpulan yang tidak berbadan hukum
atau badan usaha yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang
disamakan dengan itu.
56.
Hari adalah 24 (dua puluh empat) jam.
57.
Bulan adalah 30 (tiga puluh) Hari.
Acara pidana dilaksanakan hanya
berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-Undang. Acara pidana
dilaksanakan dengan sistem peradilan pidana terpadu atas dasar prinsip
diferensiasi fungsional yang menekankan fungsi Penyidikan pada Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Penuntutan pada Jaksa, pemeriksaan pengadilan pada Hakim,
Advokat yang memberikan Jasa Hukum dan Bantuan Hukum dalam rangka mendudukkan
peristiwa pidana secara profesional dan proporsional serta Pem bim bing
Kemasyarakatan yang melaksanakan fungsi pembinaan terhadap narapidana dan
Terpidana.
Ruang lingkup berlakunya
Undang-Undang 1n1 dimaksudkan untuk melaksanakan tata cara peradilan pidana
dalam lingkungan peradilan umum pada semua tahap peradilan.
Ketentuan dalam Undang-Undang
ini dimaksudkan untuk melaksanakan tata cara peradilan pidana terhadap seluruh
tindak pidana, kecuali diatur lain dalam Undang-Undang.
Acara pidana yang diatur
dalam Undang-Undang ini dilaksanakan dengan perpaduan antara sistem Hakim aktif
dengan para pihak berlawanan secara berimbang dalam pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Penyelidik karena kewajibannya
mempunyai wewenang:
a.
menerima Laporan atau Pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana
baik secara tertulis maupun melalui media telekomunikasi dan/ atau media
elektronik;
b.
mencari, mengumpulkan, dan mengamankan keterangan dan barang bukti;
c.
menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri;
d.
melakukan asesmen dan mengupayakan fasilitas dan/ atau rujukan bagi kebutuhan
khusus perempuan dan kelompok rentan; dan
e.
mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Penyelidik atas perintah Penyidik
dapat melakukan tindakan berupa: a) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
Penggeledahan, dan Penahanan; b) pemeriksaan dan Penyitaan surat; c) mengambil
sidik jari, melakukan identifikasi, memotret seseorang, dan mengambil data
forensik seseorang; dan d) membawa dan menghadapkan seseorang pada Penyidik.
Selengkapnya silahkan
download dan baca Salinan Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2025 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Link download UU Nomor 20Tahunn 2025
Demikian informasi tentang
Link download Salinan Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2025 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP). Semoga ada manfaatnya

Post a Comment for "Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2025 Tentang KUHAP "