Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Tentang akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Tentang akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan


Pertimbangan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Tentang akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, adalah bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertujuan untuk menyejahterakan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia secara merata dan berkeadilan, sesuai dengan amanat Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dibutuhkan pendanaan yang bersumur dari penerimaan negara terutama yang berasal dari pajak. Hak negara untuk memungut pajak diatur dalam ketentuan pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

 

Komponen terbesar dalam pendapatan negara bersumber dari penerimaan pajak. Namun, hingga saat ini penirimaan pajak masih mengalami kendala baik yang berasal dari faktor internal maupun dari faktor eksternal. Dalam mengatasi kendala dari faktor internal, saat ini Pemerintah telah dan sedang melakukan reformasi perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak dengan tujuan antara lain untuk memperbaiki organisasi, proses kerja, pengelolaan data dan informasi dari perlankan, serta sumber daya manusia. Sedangkan dari faktor eksternal, selain terjadinya pelemahan ekonomi dan perdagangan global, juga masih banyak ditemukannya Wajib Pajak yang melakukan penghindaran pajak ke iuar Indonesia. Dengan adanya pusat-pusat pelarian pajak/ perlindungan dari pengenaan pajak (tax haven), dan belum adanya mekanisme serta aturan yang mengharuskan pertukaran informasi antar negara dan yurisdiksi, semakin mempersulit upaya pengumpulan pajak di Indonisia yang berdasarkan pada sistem self-a.ssesnrent.

 

Sementara itu, pengawasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya secara sefassessment tersebut merupakan hal yang esensial untuk meningkatkan penerimaan pajak. Pengawasan tersebut dapat dilaksanakan dengan optimal sepanjang telah tersedianya akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi teuingan bagi kepentingan perpajakan dalam pembentukan basis data perpajakan yang lebih kuat dan akurat.

 

Petimbangan lainnya diterbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan paiar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku saat ini telah membatasi akses otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan, baik dari sisi prosedur maupun persyaratan. Kondisi keterbatasan akses tersebut dimanfaatkan wajib Pajak untuk tidak patuh melaporkan penghasilan dan harta sesungguhnya. Hal ini dapat menghambat terwujudnya keberlanjutan efektivitas kebijakan pengampunan pajak dan penguatan basis data perpajakan, serta Indonesia berpotensi menjadi negara tujuan penempatan dana ilegal.

 

Saat ini Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan dengan banyak negara/yurisdiksi, yang di dalamnya juga mengatur mengenai pertukaran informasi termasuk pertukaran informasi keuangan secara otomatis sesuai dengan standar internasional yang disepakati. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Indonesia untuk mengimplementasikan perhrkaran informasi keuangan secara otomatis adalah membentuk aturan domestik yang mengatur mengenai kewenangan otoritas perpajakan untuk mengakses informasi keuangan, kewajiban bigi tembaga jasa keuangan untuk melaporkan informasi keuangan secara otomatis kepada otorila's perpajakan, melakukan prosedur identifikasi rekening keuangan untuk kepentingan pelaporan dimaksud, serta adanya penerapan sanksi bagi ketidakpatuhan atas kewajiban-kewajiban tersebut.

 

Globat Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Globa Forum) yang hingga saat ini telah beranggotkan 139 negara atau yurisdiksi termasuk Indonesia, telah menguji- transparansi dan pertukaran informasi yang efektif masing-masing rregara anggota dan telah memberikan peringkat kepada 113 negara atau yurdiksi, terrmasuk untuk Indonesia.

 

Berdasarkan penilaian yang bersifat secara keseluruhan tersebut, Indonesia, telah ditempatkan datam peringkat "patuh sebagian", karena tidak adanya kewenangan Direktorat Jenderal pajak selaku otoritas perpajakan di Indonesia untuk memperoleh dan menyediakan informasi keuangan. Hal tersebut disebabkan adanya pembatasan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dalam -undang di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan undang-undangan lainnya.

 

Penempatan Indonesia sebagai negara dengan peringkat "patuh Sebagian" dimaksud mengakibatkan Indonisia dianggap tidak transparan dan kurang efektif dalam pertukaran informasi keuangan oleh seluruh negara atau yurisdiksi mitra pertukaran informasi dan sejumlah lembaga internasional.

 

Pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, selain dilakukan dengan cara permintaan, dapat juga dilakukan dengan cara otomatis. Saat ini terdapat 100 negara atau yurisdiksi termasuk Indonesia, telah menyatakan komitmennya untuk mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis berdasarkan Common Reporting Standard (CRS), yang disusun OECD dan G20. Komitmen Indonesia tersebut diwujudkan dengan ditandatanganinya Persetujuan Multilateral Antar-Pejabat yang Berwenang (pada tanggal 3 Juni 2015 dan Indonesia menyetujui untuk mulai melakukan pertukaran informasi keuangan secara otomatis pada bulan September 2018.

 

Terkait dengan pelaksanaan pertukaran informasi keuangan secara otomatis, Global Forum telah memberikan peringkat kepada Indonesia sebagai negara yang berisiko gagal untuk mernenuhi komitmen AEOI karena belum tersedianya perangkat hukum primer berupa peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang untuk melaksanakan AEOI di Indonesia. Apabila sampai dengan batas wakhr tanggal 30 Juni 2017 Indonesia belum membentuk perangkat hukum primer dimaksud, Indonesia akan dipublikasikan sebagai negara yang gagal memenuhi komitmen untuk pelaks anaan AEOI.

 

Dalam hal Indonesia dipublikasikan sebogai negara yang gagal dalam mewujudkan komitmen pada standar AEOI, Indonesia dimasukan dalam daftar negara tidak kooperatif. Hal tersebut akan mengakibatlan kerugian yang signifikan bagi Indonesia, antara lain menurunnya kredibilitas Indonesia sebagai anggota G2O, menurunnya kepercayaan investor, dan berpotensi terganggunya stabilitas ekonomi nasional, serta dapat menjadikan Indonesia sebagainegara tujuan penempatan dana ilegal.

 

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka diterbitkanlah Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan karena terdapat kebutuhan yang sangat mendesak untuk segera memberikan akses yang luas bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan dengan membentuk perangkat hukum priirer berupa peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang.

 



Selengkapnya silahkan download Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. LINK DOWNLOD DISINI

 

Demikian informasi tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Semoga ada manfaatnya.

 



= Baca Juga =



*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم